LAPORAN IMUNOSEROLOGI
TES WIDAL

Nama anggota :
Herrupawan
Perlambang P.W (P17434113055)
Ika
Rahma Yulia (P17434113056)
Kabul
Lancar P (P17434113057)
Kinasih
R (P17434113058)
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
a.
Tujuan
Untuk mengetahui adanya antibodi
spesifik dengan bakteri salmonella dan membantu diagnosis demam typhoid
b.
Metode
Metode yang dipakai pada pemeriksaan ini
adalah slide aglutinasi. Teknik aglutinasi ini dapat dilakukan dengan
menggunakan uji hapusan (slide test) atau uji tabung (tube test). Uji hapusan
dapat dilakukan secara cepat dan digunakan dalam prosedur penapisan sedangkan
uji tabung membutuhkan teknik yang lebih rumit, tetapi dapat digunakan untuk
konfirmasi hasil dari uji hapusan
c.
Prinsip
Adanya antibody Salmonella pada sampel serum akan
bereaksi dengan antigen yang terdapat pada reagen widal sehingga menyebabkan
reaksi aglutinasi
d.
Dasar teori
Salmonella adalah suatu genus bakteri enterobakteria gram-negatif berbentuk batang. Morfologi Salmonella typhosa
berbentuk batang, tidak berspora dan tidak bersimpai tetapi mempunyai flagel
feritrik (fimbrae), pada pewarnaan gram bersifat gram negatif, ukuran 2-4
mikrometer x 0.5 - 0.8 mikrometer dan bergerak, pada biakan agar darah,
koloninya besar bergaris tengah 2 sampai 3 millimeter, bulat, agak cembung,
jernih, licin dan tidak menyebabkan hemolisis. Tumbuh pada suasana aerob dan
fakultatif anaerob, pada suhu 15 - 41oC (suhu pertumbuhan optimum
37 oC) dan pH pertumbuhan 6 - 8. Salmonella sp. yang
hanya menginfeksi manusia, diantaranya S. typhii, S.
paratyphi A, S. paratyphi C. Kelompok ini
termasuk agen yang menyebabkan demam tifoid dan paratifoid, yang menjadi
penyebab sebagian besar serangan salmonella. Demam tifoid merupakan penyakit
sistemik yang menjadi masalah kesehatan dunia. Demam tifoid terjadi baik di
neg ara tropis maupun negara subtropis, terlebih pada negara berkembang.
Besarnya angka kejadian demam tifoid sulit ditentukan karena mempunyai gejala
dengan spectrum klinis yang luas. Insidensi demam tifoid berbeda pada tiap
daerah. Demam tifoid lebih sering menyerang anak usia 5-15 tahun. Menurut
laporan WHO (2003), insidensi demam tifoid pada anak umur 5-15
tahun di Indonesia terjadi 180,3/100.000 kasus pertahun dan dengan prevalensi
mencapai 61,4/1000 kasus pertahun. Demam tifoid disebabkan oleh infeksi
bakteri Salmonella enterica, terutama serotype Salmonella
thypii (S. typhii). Bakteri ini termasuk kuman Gram negatif
yang memiliki flagel, tidak berspora, motil, berbentuk batang,berkapsul dan
bersifat fakultatif anaerob dengan karakteristik antigen O, H dan Vi. Demam
merupakan keluhan dan gejala klinis yang timbul pada semua penderita demam
tifoid ini. Namun, pada anak manifestasi klinis demam tifoid tidak khas dan
sangat bervariasi sesuai dengan patogenesis demam tifoid. Untuk menentukan
diagnosis pasti dari penyakit ini diperlukan pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan adalah pemeriksaan darah tepi,
pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman, uji serologis, dan
pemeriksaan kuman secara molekuler. Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan bahwa Demam typhoid memiliki masa inkubasi
yang paling panjang, menghasilkan suhu badan yang tertinggi, dan memiliki angka
mortalitas yang tertinggi. S. typhii dapat
di isolasi dari darah dan kadang-kadang feses dan urin penderita yang
menderita demam enterik. Sindrom paratyphoid lebih lemah dibanding
typhoid (Karsinah,1994).
Diagnosis
demam tifoid sering ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis dan tes
serologis saja. Uji Widal merupakan salah satu uji serologis yang sampai saat
ini masih digunakan secara luas, khususnya di negara berkembang termasuk
Indonesia. Widal adalah uji diagnosis serologi untuk demam enterik yang
ditemukan pada tahun 1896 oleh Georges Fernand Isidore Widal. Reaksi
aglutinasi ini menunjukkan adanya lipopolisakarida (LPS),somatik (O) dan
flagella (H) dari Salmonella thypii dalam serum dari
pasien yang menggunakan suspensi O dan H antigen. Kit komersil yang tersedia
adalah untuk antigen Salmonella thypii para-A, B dan
C. Salah satu kelemahan utama dari uji widal adalah reaktivitas silang
karena yang beberapa bakteri lain yang memiliki genus sama sering
menghasilkan hasil positif palsu, sehingga hasil positif harus
berkorelasi secara klinis sebelum meresepkan obat.Jadi, tes widal adalah
pilihan untuk demam tifoid terutama di daerah pedesaan (Aziz dan Haque, 2012).
Uji
Widal ada dua macam yaitu uji Widal tabung yang membutuhkan waktu inkubasi
semalam dan uji Widal peluncuran yang hanya membutuhkan waktu inkubasi 1 menit
saja. Umumnya sekarang lebih banyak digunakan uji Widal cara meluncurkan,
karena merupakan uji serologis yang cepat dan mudah dalam melaksanakannya.
Sensitivitas dan terutama spesifisitas tes ini amat dipengaruhi oleh jenis
antigen yang digunakan. Menurut beberapa peneliti uji Widal yang menggunakan
antigen yang dibuat dari jenis strain kuman asal daerah endemis (lokal)
memberikan sensitivitas dan spesifisitas yang secara bermakna lebih tinggi
daripada bila dipakai antigen yang berasal dari strain kuman asal luar daerah
endemis (impor) (Baron et al.,1994). Uji Widal sampai
sekarang masih digunakan secara luas terutama di negara berkembang termasuk Indonesia.
Walaupun mempunyai banyak keterbatasan dan penafsiran uji Widal, untuk
menegakkan diagnosis demam tifoid harus hati-hati karena beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi hasil pemeriksaannya. Yaitu antara lain keadaan gizi, saat
pemeriksaan, pengobatan antibiotica yang mendahuluinya, daerah endemis, status
imunologis, vaksinasi, penggunaan obat imunosupresif, reaksi silang serta
teknik pemeriksaan (Pang et al.,1997).
Kegunaan
uji Widal untuk diagnosis demam tifoid masih kontroversial di antara para ahli
karena hasil yang berbeda-beda. Uji Widal bernilai diagnosis yang tinggi untuk
demam tifoid (94,3%), asalkan dapat diketahui titer antibodi di orang normal
dan penderita demam nontifoid. Pang dan Puthucheary mengatakan bahwa uji Widal
masih merupakan pilihan cara yang praktis sehubungan kesulitan dalam memeriksa
bakteri di negara berkembang (Pang et al.,1997). Hampir semua ahli
sepakat bahwa kenaikan titer aglutinin 4 kali terutama aglutinin O atau
aglutinin H dalam jangka waktu 5–7 hari bernilai diagnostik amat penting untuk
demam tifoid. Sebaliknya peningkatan titer aglutinin yang tinggi pada satu kali
pemeriksaan Widal terutama aglutinin H tidak memiliki arti diagnostik yang
penting untuk demam tifoid. Namun demikian, masih dapat membantu menegakkan
diagnosis demam tifoid di penderita dewasa yang berasal dari daerah nonendemik
atau anak umur kurang dari 10 tahun dari daerah endemik. Sebab di kelompok
penderita ini kemungkinan terkena S.typhi dalam dosis subterinfeksi masih amat
kecil. Di orang dewasa atau anak di atas 10 tahun yang bertempat tinggal di
daerah endemik kemungkinan untuk menelan S. typhi dalam dosis subterinfeksi
lebih besar, sehingga uji Widal dapat memberikan ambang atas titer rujukan yang
berbeda-beda antar daerah endemik yang satu dengan yang lainnya. Bergantung
dari derajat endemisnya dan juga perbedaan keadaan antara anak di bawah umur 10
tahun dan orang dewasa. Uji Widal masih diperlukan untuk menunjang diagnosis
demam tifoid, ambang atas titer rujukannya baik anak maupun orang dewasa perlu
ditentukan. Besar titer antibodi yang bermakna untuk diagnosis demam tifoid di
lndonesia belum terdapat kesesuaian. Dari hasil beberapa penelitian menunjukkan
bahwa kegunaan uji Widal untuk diagnosis demam tifoid bergantung prosedur yang
digunakan di masing-masing rumah sakit atau laboratorium. Uji Widal
dianggap positif bila titer antibodi 1/160, baik untuk aglutinin O maupun H
dengan kriteria diagnostik tunggal atau gabungan. Bila dipakai kriteria tunggal
maka aglutinin O lebih bernilai diagnostik daripada aglutinin H (Handojo, I,
1982).
Antibodi
(immunoglobulin) adalah sekelompok lipoprotein dalam serum darah dan cairan
jaringan pada mamalia. Antibodi memiliki lebih dari satu tempat pengkombinasian
antigen. Kebanyakan antibodi makhluk hidup mempunyai 2 tempat pengkombinasian
yang disebut bivalen. Beberapa antibodi bivalen dapat membenuk beraneka
antibodi yang mempunyai lebih dari 10 tempat pengkombinasian antigen (Volk
Wheeler, 1984).
Antigen
adalah bahan yang asing untuk badan, terdapat dalam manusia atau organisme
multiseluler lain yang dapat menimbulkan pembentukan antibodi terhadapnya dan
dengan antibodi itu antigen dapat bereaksi dengan khas. Sifat antigenik dapat
ditentukan oleh berat molekulnya. Salmonella dan jenis-jenis
lainnya dalam familyEnterobacteriaceae mempunyai beberapa jenis
antigen, yaitu antigen O (somatik), H (Flagella), K (Kapsul) dan Vi (Virulen)
(Volk Wheeler, 1984).
1.
Antigen O
Antigen O merupakan
somatik yang terletak di lapisan luar tubuh kuman. Struktur kimianya terdiri dari
lipopolisakarida. Antigen ini tahan terhadap pemanasan 100°C selama 2–5 jam,
alkohol dan asam yang encer (Baronet al.,1994).
2.
Antigen H
Antigen H merupakan
antigen yang terletak di flagela, fimbriae atau fili S. typhi dan berstruktur
kimia protein. S. typhi mempunyai antigen H phase-1 tunggal yang juga
dimiliki beberapa Salmonella lain. Antigen ini tidak aktif pada pemanasan di
atas suhu 60°C dan pada pemberian alkohol atau asam (Baron et al.,1994).
3.
Antigen Vi
Antigen
Vi terletak di lapisan terluar S. typhi (kapsul) yang melindungi kuman
dari fagositosis dengan struktur kimia glikolipid, akan rusak bila dipanaskan
selama 1 jam pada suhu 60°C, dengan pemberian asam dan fenol. Antigen ini
digunakan untuk mengetahui adanya karier (Baron et al.,1994).
4.
Outer Membrane
Protein (OMP)
Antigen
OMP S typhi merupakan bagian dinding sel yang terletak di luar membran
sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel terhadap lingkungan
sekitarnya. OMP ini terdiri dari 2 bagian yaitu protein porin dan protein nonporin.
Porin merupakan komponen utama OMP, terdiri atas protein OMP C, OMP D, OMP F
dan merupakan saluran hidrofilik yang berfungsi untuk difusi solut dengan BM
< 6000. Sifatnya resisten terhadap proteolisis dan denaturasi pada suhu
85–100°C. Protein nonporin terdiri atas protein OMP A, protein a dan
lipoprotein, bersifat sensitif terhadap protease, tetapi fungsinya masih belum
diketahui dengan jelas. Beberapa peneliti menemukan antigen OMP S typhi yang
sangat spesifik yaitu antigen protein 50 kDa/52 kDa (Baron et al.,1994).
Reaksi widal adalah reaksi serum (sero-test) untuk
mengetahui ada tidaknya antibodi terhadap Salmonella thypii dengan
jalan mereaksikan serum seseorang dengan antigen O, H, dan Vi dari
laboratorium. Bila terjadi aglutinasi, maka reaksi widal positif, berarti serum
orang tersebut mempunyai antibodi terhadap Salmonella thypii, baik
setelah vaksinasi, setelah sembuh dari penyakit tipus ataupun sedang menderita
tipus. Reaksi widal negatif artinya tidak memiliki antibodi terhadap Salmonella
thypii (tidak terjadi aglutinasi). Berdasarkan hasil pengamatan pada
pengenceran 1 : 160 tidak terjadi aglutinasi berarti penderita tidak memiliki
antibodi terhadap Salmonella thypii(hasilnya negatif). Jika
hasilnya positif terjadi adanya endapan pasir, sedangkan jika hasilnya negatif
maka tetap jernih. Adanya aglutinasi menandakan bahwa penderita positif
terinfeksi Salmonella thypii yang dapat dilihat Pada serum 20
μl, titer Ab + 1/80 = infeksi ringan (Volk and Wheeler, 1984).
e.
Alat dan
Bahan
|
No
|
Alat
|
Bahan
|
|
1
|
Objeck glass
|
Serum
|
|
2
|
Pipet tetes
|
Reagen antigen AH,
CH, BO
|
|
3
|
centrifuge
|
|
f.
Cara Kerja
AH CH BO
AH CH BO
Memperhatikan terjadinya aglutinasi
atau tidak pada serum
g. Hasil
-
Salmonella H antigen group A = negatif
-
Salmonella H antigen group C = negatif
-
Salmonella O antigen group B = positif

h.
Pembahasan
Praktikum kali ini adalah melakukan
test widal yang merupakan salah satu test untuk mendukung diagnosis terhadap
infeksi bakteri Salmonella yang dapat
menyebabkan demam typhoid. Metode yang digunakan adalah metode slide
aglutinasi, sampel berupa serum yang berasal dari probandus bernama Ika Rahma
Yulia. Serum tersebut ditetesi dengan antigen Salmonella yaitu AH, CH, dan BO. Pada serum yang ditetesi antigen
AH dan CH menunjukkan hasil negatif ini menandakan tidak ada infeksi
bakteri Salmonella untuk antigen yang berada pada flagel Salmonella. Akan tetapi untuk antigen BO
menunjukkan hasil positif yang menandakan probandus pernah terinfeksi bakteri Salmonella. Hanya saja hasil positif
tersebut tidak didukung dengan pernyataan probandus bahwa pernah mengalami
demam typhoid. Hal tersebut mungkin terjadi karena ada kesalahan pada pra
analitik, analitik, post analitik maupun pada probandus sendiri yang mungkin
tidak tahu pernah terinfeksi bakteri Salmonella.
Pada test widal sendiri memiliki beberapa kelemahan
yaitu rendahnya sensitivitas dan
spesifitas serta sulitnya melakukan interpretasi hasil, akan tetapi uji widal
yang positif akan memperkuat dugaan pada tersangka penderita demam tifoid. Saat
ini walaupun telah digunakan secara luas di seluruh dunia, manfaatnya masih
diperdebatkan dan sulit dijadikan pegangan karena belum ada kesepakata akan
nilai standar aglutinasi. Beberapa hal yang sering disalah artikan:
a.
Pemeriksan widal positif dianggap ada kuman dalam tubuh, hal
ini pengertian yang salah. Uji widal hanya menunjukkan adanya antibody terhadap
bakteri Salmonella.
hb.
Pemeriksaan widal yang hilang setelah pengobatan dan
menunjukkan hasil potf diangga masih menderita tifus, hal ini juga pengertian
yang salah. Setelah seseorag menderita tifus dan mendapatakan pengobatan, hasil
uji widal tetap postif untuk waktu yang lama sehingga uji widal tidak dapat
digunakan sebagai acuan untuk menyatakan kesembuhan.
i.
Kesimpulan
Berdasarkan praktek yang telah dilakukan
dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan widal menunjukkan hasil positif pada
salmonella O antigen group B.
j.
Daftar
Pustaka
-
Jawetz, Melnick and Adelberg. 1966.
Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Buku Kedokteran.
-
Pelczar and Chan. 1988. Dasar-Dasar
Mikrobiologi 2. Jakarta: UI Press.
-
Pelczar and Chan. 2005. Dasar-Dasar
Mikrobiologi 2. Jakarta: UI Press.
-
id.wikipedia.org/wiki/Widal
0 komentar:
Posting Komentar